Berisi tentang materi manajemen risiko hukum lengkap, mulai dari pendahuluan, pembahasan hingga penutup. Semoga bermanfaat!
BAB II PEMBAHASAN
2.1 MANAJEMEN RISIKO HUKUM
2.1.1 PENGERTIAN RISIKO HUKUM
Risiko hukum adalah risiko akibat tuntutan hukum atau kelemahan aspek yuridis yang dialami oleh suatu perusahaan.Risiko ini timbul biasanya karena kelemahan aspek yuridis yang disebabkan oleh lemahnya perikatan yang dilakukan oleh perusahaan,ketiadaan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan suatu transaksi yang telah dilakukan perusahaan menjadi tidak sesuai dengan ketentuan yang aka nada,dan proses litigasi baik yang timbul dari gugatan pihak ketiga terhadap perusahaan maupun perusahaan terhadap pihak ketiga.
Manajemen risiko hukum diperlukan untuk memastikan bahwa proses manajemen risiko dapat meminimalkan kemungkinan dampak negatif dari kelemahan aspek yuridis,ketiadaan dana tau perubahan peraturan perundang-undangan dan proses litigasi.Terdapat bebrapa factor yang mempengaruhi risiko hukum, antara lain:
1) Faktor litigasi
2) Faktor kelemahan perikatan,dan
3) Faktor ketiadaan atau perubahan peraturan perundang-undangan
Litigasi dapat terjadi karena adanya gugatan atau tuntutan dari pihak ketiga kepada perusahaan atau tuntutan tersebut pada dasarnya menimbulkan biaya yang dapat merugikan kondisi perusahaan. Kelemahan perikatan yang dilakukan oleh perusahaan merupakan sumber terjadinya permasalahan atau sengketa dikemudian hari yang dapat menimbulkan potensi risiko hukum bagi perusahaan.
Ketiadaan peraturan perundang-undangan,terutama atas produk yang dimiliki perusahaan atau transaksi yang dilakukan perusahaan,akan mengakibatkan prosuk tersebut menjadi sengketa dikemudian harinya sehingga berpotensi menimbulkan risiko hukum.
Tiga sumber risiko hukum tersebut belakangan kian dirasakan menjadi factor penting yang harus dikelola dalam manajemen risiko hukum.Jika tidak dikelola,dikhawatirkan akan mengganggu tumbuh kembang perusahaan.
2.1.2 PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO HUKUM
Dalam penerapan manajemen risiko, sebuah perusahaan perlu menerapkan :
1. Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi
2. Kebijakan, prosedur, dan penetapan limit
3. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian
4. System pengendalian intern
Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi perlu didukung oleh adanya kewenangan dan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi, sumber daya manusia, serta organisasi manajemen risiko hukum.
Dalam hal kewenangan dan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi ini, maka perusahaan perlu menetapkan mekanisme komunikasi yang efektif dengan melibatkan pejabat dan karyawan perusahaan atau permasalahan hukum yang dihadapi agar risiko hukum dapat dicegah dan dikendalikan.
Dewan komisaris dan direksi sebuah perusahaan wajib menerapkan legal governance dalam perusahaan. Legal governance adalah suatu tata kelola yang diperlukan untuk membentuk, mengeksekusi, dan menginterpretasi ketentuan peraturan dan ketentuan internal, termasuk standar penyajian yang dipakai.
Direksi sebuah perusahaan juga wajib memastikan terdapatnya legal consistency pada setiap kegiatan usahanya, yaitu adanya keselarasan antara kegiatan dan aktivitas usaha yang dilakukan dengan ketentuan peraturan yang berlaku dan tidak menimbulkan sesuatu kekacauan dalam perjanjian yang telah dibuat perusahaan.
Direksi wajib memastikan adanya legal completeness dalam mengelola risiko hukum usahanya. Legal completeness adalah upaya yang harus dilakukan korporasi agar seluruh hal yang diatur oleh undang-undang dan regulasi dapat diimplementasikan dengan baik oleh perusahaan, termasuk larangan dalam peraturan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yang diatur secara jelas dalam ketentuan internal perusahaan.
Seluruh perusahaan harus menerapkan sanksi secara konsisten kepada pejabat dan karyawan yang terbukti melakukan penyimpangan dan pelanggaran terhadap ketentuan ekstern dan intern serta kode etik internal perusahaan.
Melihat semakin kompleksnya risiko hukum yang terjadi dewasa ini, perusahaan perlu secara serius mengelola risiko hukum. Banyak perusahaan besar saat ini telah membentuk satuan kerja yang berperan sebagai legal watch di sebuah korporasi. Legal watch ini adalah sebuah unit yang mendapatkan peran untuk memberikan analisis/nasihat hukum.
Perusahaan perlu memiliki fungsi independen yang diperlukan dalam menilai dan memantau secara rutin dan kontinu implementasi manajemen risiko hukum. Pada banyak perusahaan, fungsi independen ini membawahi bidang hukum yang bertanggung jawab secara langsung kepada presiden direktur. Fungsi independen ini bertanggung jawab dalam mengembangkan dan mengevaluasi strategi, kebijakan, dan prosedur manajemen risiko hukum. Fungsi independen ini juga akan memberikan masukan kepada dewan komisaris dan direksi. Eksistensi fungsi independen ini belakangan semakin penting dalam setiap aktivitas perusahaan, termasuk ketika perusahaan akan merilis produk dan aktivitas baru.
2.1.2.2 KEBIJAKAN, PROSEDUR, DAN PENETAPAN LIMIT
Dalam menetapkan Keijakan, Prosedur, dan Penetapan limit perusahaan perlu menambahkan dalam tiap aspek kebijakan, yaitu:
1. Strategi manajemen risiko
2. Tingkat risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi risiko (risk tolerance)
3. Kebijakan, prosedur, dan penetapan limit.
Setiap perusahaan harus memiliki dan melaksanakan prosedur analisis aspek hukum terhadap produk dan aktivitas baruya. Perusahaan perlu melakukan evaluasi dan pembaruan kebijakan dan prosedur pengendalian risiko hukum secara berkala sesuai dengan perkembangan eksternal dan internal perushaan sepanjang menyangkut perubahan ketetntuan regulasi yang berlaku.
2.1.2.3 KECUKUPAN PROSES IDENTIFIKASI, PENGUKURAN, PEMANTAUAN, DAN PENGENDALIAN RISIKO
Tahapannya:
Identifikasi Risiko Hukum
Perusahaan perlu melakukan identifikasi risiko hukum yang mungkin timbul bagi perusahaan baik karena faktor litgasi, faktor kelemahan perikatan, maupun faktor ketiadaan/perubahan perundang-undangan.
Pengukuran Risiko Hukum
Perusahaan dapat memilih metode pengukuran risiko hukum yang terintegrasi dengan kerangka manajemen risikonya. Sebuah perusahaan dapat memilih pendakatan kuantitatif maupun kualitatif dalam pengukuran risiko hukumnya.
Contoh kriteria risiko dapat dilihat pada table 9-2. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur risiko hukum adalah :
• Potensi kerugian akibat tuntutan litigasi
• Pembatalan perjanjian akibat kelemahan perikatan
• Terjadinya perubahan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan produk perusahaan menjadi tidak sejalan dengan ketentuan yang ada.
Pemantauan Risiko Hukum
Perusahaan harus memiliki sistem dan prosedur pemantauan eksposur risiko, toleransi risiko yang telah ditetapkan yang dilakukan oleh fungsi atau satuan kerja yang telah ditetapkan. Hasil pemantauan disampaikan secara berkala kepada direktur utama untuk mendapatkan tindakan yang diperlukan.
Pengendalian Risiko Hukum
Satuan kerja ataupun fungsi yang membawahi bidang hukum harus melakukan tinjauan secara berkala terhadap kontrak dan perjanjian antara perusahaan dengan pihak lain, antara lain dengan melakukan penilaian Kembali validitas hak dalam kontrak dan perjanjian. Setiap perusahaan sedapat mungkin mencatat dan Menyusun dan mencatat setiap kejadian termasuk proses litigasi yang terkait dengan risiko hukum beserta jumlah potensi kerugian yang diakibatkan kejadian dimaksud. Pencatatan dapat disusun dalam data statistic yang bisa digunakan untuk memproyeksikan potensi kerugian aktivitas bisnis perusahaan pada periode tertentu.
2.1.2.4 SISTEM PENGENDALIAN RISIKO HUKUM
Dalam melakukan penerapan manajemen risiko untuk risiko hukum, perusahaan perlu memiliki sistem pengendalian intern untuk risiko hukum, antara lain untuk memastikan tingkat respons perusahaan, kelemahan aspek yuridis, serta ketiadaan dan atau perubahan peraturan perundang-undangan dan proses litigasi.
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Risiko hukum adalah risiko akibat tuntutan hukum atau kelemahan aspek yuridis yang dialami oleh suatu perusahaan. Terdapat bebrapa factor yang mempengaruhi risiko hukum, antara lain: Faktor litigasi, faktor kelemahan perikatan, dan faktor ketiadaan atau perubahan peraturan perundang-undangan.
Dalam penerapan manajemen risiko, sebuah perusahaan perlu menerapkan:
• Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi
• Kebijakan, prosedur, dan penetapan limit
• Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian
• System pengendalian intern
3.2 SARAN
Tentunya penulis sudah menyadari jika banyak kesalahan dalam penyusunana makalah ini dan jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan terus belajar dan melakukan perbaikan dalam penyususnan makalah dengan menggunakan lebih banyak sumber agar tidak monoton dalam penyususnan sehingga dapat lebih membangun semangat para pembaca. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk makalah ini agar kedepannya bisa lebih baik lagi dan bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan.
Post a Comment
Post a Comment