-->

MAKALAH MANAJEMEN RISIKO KREDIT LENGKAP

 

Berisi tentang materi manajemen risiko kredit lengkap, mulai dari pendahuluan, pembahasan hingga penutup. Semoga bermanfaat!


BAB I PENDAHULUAN 

1.1 LATAR BELAKANG 

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar kata “risiko” dan sudah banyak dipakai dalam percakapan sehari-hari oleh kebanyakan orang. Risiko merupakan bagian dari kehidupan kerja individual maupun organisasi. Berbagai macam risiko, seperti risiko kebakaran, tertabrak kendaraan lain di jalan, risiko terkena banjir di musim hujan, dan sebagainya, yang dapat menyebabkan kita menanggung kerugian jika risiko-risiko tersebut tidak dapat diantisipasi dari awal. 

Risiko berhubungan dengan ketidakpastian, ini terjadi karena kurang atau bahkan tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Dalam beberapa tahun terakhir, manajemen risiko menjadi trend utama baik dalam perbincangan, praktik, maupun pelatihan kerja. Hal ini secara konkrit menunjukan pentingnya manajemen risiko dalam bisnis pada masa kini. 

Risiko kredit atau dalam bahasa asing disebut credit risk adalah suatu potensi kerugian yang disebabkan oleh ketidakmampuan (gagal bayar) dari debitur atas kewajiban pembayaran utangnya, baik utang pokok maupun bunga, bisa juga keduanya. Risiko kredit merupakan risko yang paling signifikan dari semua risiko yang menyebabkan potensial. Hal ini terjadi karena risiko kredit adalah risiko yang terjadi karena kegagalan debitur, yang menyebabkan tak terpenuhinya kewajiban untuk membayar utang. Secara garis besar, risko kredit dapat dibagi menjadi 3 (tiga), yakni risiko default, risiko eksposur, dan risiko recovery. Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas bank, antara lain pemberian kredit, transaksi derivative, perdagangan instrumen keuangan, serta aktivitas bank yang lain, termasuk yang tercatat dalam banking book maupun trading. 

1.2 RUMUSAN MASALAH 

1. Apa yang dimaksud dengan risiko kredit?

2. Apa saja jenis risiko kredit? 

3. Apa yang menjadi tujuan dari manajemen risiko kredit? 

4. Apa saja macam-macam risiko kredit? 

5. Apa yang menjadi penyebab kredit macet? 

6. Bagaimana penerapan manajemen risiko kredit? 

1.3 TUJUAN MASALAH 

1. Menjelaskan pengertian dari risiko kredit 

2. Memaparkan jenis-jenis risiko kredit 

3. Menjelaskan tujuan dari manajemen risiko kredit 

4. Memaparkan macam-macam risiko kredit 

5. Memaparkan yang menjadi penyebab kredit macet 

6. Menjelaskan penerapan manajemen risiko kredit  


BAB II PEMBAHASAN 

2.1 PENGERTIAN RISIKO KREDIT 

Dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan (2016); dinyatakan risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada lembaga keuangan yang memberikan kredit sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas bisnis perusahaan yang beroperasi sebagai lembaga keuangan. Pada sebagian besar lembaga keuangan, pemberian kredit merupakan sumber risiko kredit yang besar. Selain dari penyaluran kredit, lembaga keuangan menghadapi risiko kredit dari berbaga instrumen keuangan, seperti surat berharga, akseptasi, transaksi antarbank, transaksi kredit perdagangan, transaksi nilai tukar dan derivative, serta kewajiban komitmen dan kontingensi. 

2.2 JENIS KREDIT 

Kredit berasal dari kata credere atau crediturn yang berarti kepercayaan. Firdaus dan Ariyanti (2004) membagi penggolongan kredit sebagai berikut: 

1. Menurut tujuan penggunaannya: 

a. Kredit konsumtif, yaitu kredit yang digunakan untuk membiayai pembelian barang dan jasa yang dapat memberi kepuasan langsung terhadap kebutuhan manusia. 

b. Kredit produktif, yaitu kredit yang digunakan untuk tujuan produktif yang dapat menimbulkan faedah karena bentuk, tempat, waktu, maupun kepemilikan. Faedah kepemilikan, misalnya kredit dilakukan untuk investasi ruko yang mengakibatkan terjadinya perpindahan hak milik (kepemilikan). Faedah bentuk, misalnya toko perabot Jepara mengubah material kayu jadi perabot bermutu. Faedah tempat, misalnya toko bangunan menjual batu bata dengan harga lebih tinggi ketimbang di tempat produksinya. Faedah waktu, misalnya kredit produktif dalam bentuk modal kerja membuat nasabah bisa memperoleh manfaat karena didapatkannya kredit. Kredit produktif bisa dibagi menjadi kredit investasi, modal kerja, dan likuiditas. 

2. Menurut jangka waktunya: 

a. Kredit jangak pendek, yaitu kredit yang berjangka waktu maksimal 1 tahun. Biasanya, kredit ini cocok untuk membiayai kebutuhan modal kerja. 

b. Kredit jangka menengah, yaitu kredit dengan jangka waktu antara 1 sampai dengan 3 tahun, misalnya pembelian mesin ringan. 

c. Kredit jangka panjang, yaitu kredit dengan jangka waktu lebih dari 3 tahun, misalnya kredit pemilikan rumah. 

3. Berdasarkan jaminannya: 

a. Kredit tidak memakai jaminan (unsecured loan), yaitu kredit yang diberikan atas dasar kepercayaan saja. 

b. Kredit dengan jaminan (secured load), baik dengan jaminan kebendaan yang berwujud maupun jaminan tidak berwujud.

2.3 TUJUAN MANAJEMEN RISIKO KREDIT 

Tujuan utama manajemen risiko kredit adalah memastikan bahwa aktivitas penyediaan dana lembaga keuangan tidak terekspos pada risiko kredit yang dapat menimbulkan kerugian pada lembaga keuangan. Secara umum eksposur risiko kredit merupakan salah satu eksposur risiko utama di lembaga keuangan di Indonesia sehingga kemampuan lembaga keuangan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko kredit serta menyediakan modal yang cukup bagi risiko tersebut akan menjadi sangat penting. 

2.4 MACAM-MACAM RISIKO KREDIT 

2.4.1 Risiko Konsentrasi Kredit 

Risiko konsentrasi kredit merupakan risiko yang timbul akibat terkonsentrasinya penyediaan dana kepada satu pihak atau sekelompok pihak, industry, sektor, dan/atau area geografis tertentu yang berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar yang dapat mengancam kelangsungan usaha lembaga keuangan yang memberikan kredit. 

2.4.2 Risiko Akibat Kegagalan Pihak Lawan 

Risiko akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) merupakan risiko yang timbul akibat terjadinya kegagalan pihak lawan dalam memenuhi kewajibannya dan timbul dari jenis transaksi yang memiliki karakteristik tertentu, misalnya transaksi yang dipengaruhi oleh pergerakan nilai wajar atau nilai pasar.

Risiko ini timbul dari jenis transaksi yang secara umum memiliki karakteristik berikut: 

1. Transaksi yang dipengaruhi oleh pergerakan nilai wajar atau nilai pasar. 

2. Nilai wajar dari transaksi dipengaruhi oleh pergerakan variable pasar tertentu. 

3. Transaksi menghasilkan pertukaran arus kas atau instrumen keuangan. 

4. Karakteristik risiko bersifat bilateral, yaitu: 

- dalam hal nilai wajar kontrak bernilai positif, maka lembaga keuangan terekspos risiko kredit dari pihak lawan, sedangkan; 

- dalam hal nilai wajar kontrak bernilai negatif, maka pihak lawan terekspos risiko kredit dari lembaga keuangan. 

2.4.3 Risiko Akibat Kegagalan Settlement 

Risiko akibat kegagalan settlement (settlement risk) adalah risiko yang timbul akibat kegagalan penyerahan kas dan atau instrument keuangan pada tanggal penyelesaian (settlement date) yang telah disepakati dari transaksi penjualan dan atau pembelian instrumen keuangan. 

2.4.4 Country Risk 

Country risk adalah risiko yang timbul dari ketidakpastian karena memburuknya kondisi perekonomian suatu negara, kegagalan suatu negara dalam membayar utang, gejolak sosial politik dalam suatu negara, serta kebijakan suatu negara, antara lain rasionalisasi atau pengambilalihan aset, control nilai tukar, dan atau devaluasi nilai tukar. Beberapa jenis risiko yang termasuk country risk adalah: 

1. Sovereign risk, yaitu potensi kerugian yang timbul karena pemerintah suatu negara tidak dapat atau tidak bersedia untuk memenuhi kewajibannya. 

2. Transfer risk, yaitu potensi kerugian yang timbul karena pihak asing di luar negeri tidak dapat menyediakan atau tidak dapat memperoleh valuta asing untuk memenuhi kewajibannya karena terdapat pembatasan tertentu, seperti pembatasan aliran kas dan atau modal oleh pemerintah suatu negara. 

3. Macroeconomic risk, yaitu potensi kerugian yang timbul karena pihak asing di luar negeri tidak dapat memenuhi kewajiban akibat perubahan kebijakan ekonomi di negaranya, seperti peningkatan suku bunga yang bertujuan untuk stabilitas nilai mata uang. 

2.6 PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO KREDIT 

2.6.1 PENGAWASAN AKTIF DEWAN DIREKSI DAN KOMISARIS 

Kewenangan dan Tanggung Jawab Direksi dan Dewan Komisaris 

1. Direksi bertanggung jawab agar seluruh aktivitas penyediaan dana dilakukan sesuai dengan strategi dan kebijakan risiko kredit yang disetujui oleh dewan komisaris. 

2. Direksi harus memastikan bahwa penerapan manajemen risiko dilakukan secara efektif pada pelaksanaan aktivitas penyediaan dana, antara lain dengan memantau perkembangan dan permasalahan dalam aktivitas bisnis lembaga keuangan terkait risiko kredit, termasuk penyelesaian kredit bermasalah. 

3. Dewan komisaris memantau penyediaan dana, termasuk meninjau penyediaan dana dengan jumlah besar atau yang diberikan kepada pihak terkait. 

Kecukupan Sumber Daya Manusia untuk Risiko Kredit 

Setiap perusahaan harus memiliki sumber daya manusia (relationship officer, account officer, analis kredit) yang cukup disertai kode etik yang diberlakukan kepada seluruh pegawai pada setiap jenjang organisasi. Selanjutnya, perusahaan harus menerapkan sanksi secara konsisten kepada pejabat dan pegawai yang terbukti melakukan penyimpangan dan pelanggaran. 

Organisasi Manajemen Risiko Kredit 

Dalam rangka penerapan manajemen risiko untuk risiko kredit, terdapat beberapa unit terkait berikut: 

1. Unit bisnis yang melaksanakan aktivitas pemberian kredit. 

2. Unit pemulihan kredit yang melakukan penanganan kredit bermasalah. 

3. Unit manajemen risiko, khususnya yang menilai dan memantau risiko kredit. Di samping itu, juga dibentuk komite kredit yang bertanggung jawab, khususnya untuk memutuskan pemberian kredit dalam jumlah tertentu sesuai kebijakan masing-masing lembaga keuangan. 

2.6.2 KEBIJAKAN DAN PROSEDUR MANAJEMEN RISIKO SERTA PENETAPAN LIMIT 

Strategi Manajemen Risiko 

Strategi manajemen risiko kredit harus mencakup strategi untuk seluruh aktivitas yang memiliki eksposur risiko kredit yang signifikan. Strategi tersebut harus memuat secara jelas arah penyediaan dana yang akan dilakukan, antara lain berdasarkan jenis kredit, sektor ekonomi, wilayah geografis, mata uang, jangka waktu, dan sasaran pasar. Strategi manajemen risiko kredit harus sejalan dengan tujuan perusahaan untuk menjaga kualitas kredit, laba, dan pertumbuhan usaha. 

Tingkat Risiko yang akan Diambil dan Toleransi Risiko 

Perusahaan harus menetapkan limit risiko kredit sesuai dengan tingkat risiko yang akan diambil, toleransi risiko, dan strategi korporasi keseluruhan dengan memerhatikan kemampuan modal perusahaan agar bisa menyerap eksposur risiko yang timbul. 

Kebijakan dan Prosedur Manajemen Risiko 

Dalam kebijakan risiko kredit, perlu ditetapkan kerangka penyediaan dana dan kebijakan kredit yang sehat, termasuk kebijakan dan prosedur dalam rangka pengendalian risiko konsentrasi kredit. Lembaga keuangan harus memiliki prosedur yang ditetapkan secara jelas untuk persetujuan kredit, termasuk perubahan, pembaruan, dan kredit kembali. 

Lembaga keuangan harus mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan dan prosedur secara tepat sehingga dapat (1) mendukung penyediaan dana yang sehat, (2) memantau dan mengendalikan risiko kredit, (3) melakukan evaluasi secara benar dalam memanfaatkan peluang usaha yang baru, dan (4) mengidentifikasi dan menangani kredit bermasalah. 

Kebijakan kredit harus memuat informasi yang dibutuhkan dalam pemberian kredit yang sehat, antara lain meliputi: 

1. Tujuan kredit dan sumber pembayaran. 

2. Profil risiko debitur dan mitigasinya, serta tingkat sensitivitas terhadap perkembangan kondisi ekonomi dan pasar. 

3. Kemampuan debitur untuk membayar kembali. 

4. Kemampuan bisnis dan kondisi lapangan usaha debitur serta posisi debitur dalam industri tertentu. 

5. Persyaratan kredit yang diajukan, termasuk perjanjian yang dirancang untuk mengantisipasi perubahan eksposur risiko debitur di waktu yang akan datang. 


Kebijakan kredit memuat pula faktor yang perlu diperhatikan dalam proses persetujuan kredit, salah satunya adalah tingkat profitabilitas. Penting untuk melakukan analisis perkiraan biaya dan pendapatan secara komprehensif, termasuk biaya estimasi apabila terjadi gagal bayar, serta melakukan perhitungan kebutuhan modal dan konsistensi penetapan harga yang dilakukan dengan memperhitungkan tingkat risiko, khususnya kondisi debitur secara keseluruhan, kualitas, dan tingkat kemudahan pencairan agunan yang dijadikan jaminan. 

Lembaga keuangan harus memiliki prosedur untuk melakukan analisis, persetujuan, dan administrasi kredit, yang memuat: (1) pendelegasian wewenang dalam prosedur pengambilan keputusan penyediaan dana yang harus dibakukan secara jelas, (2) pemisahan fungsi antara yang melakukan analisis, persetujuan, dan administrasi kredit dalam kerangka kerja atau mekanisme prosedur pendelegasian pengambilan keputusan penyediaan dana, dan (3) satuan kerja yang melakukan tinjauan secara berkala guna menetapkan atau memperbarui kualitas penyediaan dana yang terekspos risiko kredit. 

Pengembangan sistem administrasi kredit meliputi: 

1. Efisiensi dan efektivitas operasional administrasi kredit, termasuk pemantauan dokumentasi, persyaratan kontrak, perjanjian kredit, dan pengikatan agunan. 

2. Akurasi dan ketetapan waktu informasi yang diberikan untuk sistem informasi manajemen. 

3. Pemisahan fungsi/tugas secara memadai. 

4. Kelayakan pengendalian seluruh prosedur back office. 

5. Kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur intern tertulis serta ketentuan yang berlaku. 

Lembaga keuangan harus mengarsip, mendokumentasikan, dan menginikan seluruh informasi kuantitatif dan kualitatif serta bukti-bukti material dalam arsip kredit yang digunakan dalam melakukan penilaian dan kaji ulang. 

Limit 

Lembaga keuangan harus menetapkan limit kredit, baik untuk pihak terkait maupun tidak terkait, serta untuk debitur individual maupun kelompok. Lembaga keuangan perlu menerapkan toleransi risiko untuk risiko kredit. Limit untuk risiko kredit digunakan untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan, termasuk karena adanya konsentrasi penyaluran kredit. Penetapan limit risiko kredit harus didokumentasikan secara tertulis dan lengkap untuk memudahkan penetapan jejak audit untuk kepentingan auditor intern maupun ekstern.

2.6.3 PROSES IDENTIFIKASI, PENGUKURAN, PEMANTAUAN, DAN PENGENDALIAN RISIKO 

Identifikasi Risiko Kredit 

Sistem untuk melakukan identifikasi risiko kredit harus mampu menyediakan informasi yang memadai, antara lain mengenai komposisi portofolio kredit. Dalam melakukan identifikasi risiko kredit, baik secara individual maupun portofolio, perlu dipertimbangkan faktor yang dapat mempengaruhi tingkat risiko kredit di waktu yang akan datang, seperti kemungkinan perubahan kondisi ekonomi serta penilaian eksposur kredit dalam kondisi tertekan. 

Dalam mengidentifikasi risiko kredit, perlu dipertimbangkan hasil penilaian kualitas kredit berdasarkan analisis terhadap prospek usaha, kinerja keuangan, dan kemampuan membayar debitur. Dalam mengidentifikasi risiko kredit untuk kegiatan treasury dan investasi, penilaian risiko kredit juga harus memperhatikan jenis transaksi, karakteristik instrumen, dan likuiditas pasar, serta faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi risiko kredit. 

Khusus untuk risiko konsentrasi kredit, lembaga keuangan juga harus mengidentifikasi penyebab risiko konsentrasi kredit akibat faktor idiosinkratik (faktor yang secara spesifik terkait pada masing-masing debitur) dan faktor sistematik (faktor-faktor ekonomi makro dan faktor keuangan yang dapat mempengaruhi kinerja dan atau kondisi pasar). 

Analisis Kredit 

Pada banyak kasus, analisis kredit account officer yang terlalu dangkal dan terburu-buru sering menjadi penyebab kredit macet. Oleh karena itu, analisis kredit harus dilakukan semaksimal dan seefektif mungkin. 

Berikut beberapa analisis yang biasa dipakai dalam praktik. 

1. Pendekatan 5C 

a. Character (karakter): menilai moral, watak, atau sifat-sifat positif kooperatif, kejujuran, dan rasa tanggung jawab sebagai manusia dan kehidupan pribadi sebagai anggota masyarakat dan dalam melakukan kegiatan usahanya. Hal tersebut akan menggambarkan kemauan debitur untuk membayar. Karakter merupakan faktor penting karena lembaga keuangan hanya akan menjalin hubungan dengan debitur yang dapat dipercaya. Karakter dapat dilihat dari latar belakang pekerjaan dan keadaan keluarga. Informasi ini biasanya dikembangkan dari sistem informasi debitur (SID). 

b. Capacity (kapasitas): menilai kapasitas membayar kewajiban dari debitur. Penilaian ini sifatnya subjektif tentang kemampuan perusahaan untuk melunasi utang dan kewajiban lainnya tepat waktu sesuai perjanjian dan hasil usaha yang diperoleh serta tentang kemampuan perusahaan untuk membayar. Kapasitas diukur dari kinerja bisnis di masa lampau dan pengamatan di lapangan, pabrik, dan toko. 

c. Capital (modal): menilai besar modal yang dimiliki. Ini merupakan penilaian atas kemampuan keuangan perusahaan jumlah dana atau modal yang dimiliki oleh calon debitur, dalam artian kemampuan untuk menyertakan dana atau modal sendiri. 

d. Condition (kondisi): menilai kondisi ekonomi, menilai prospek bisnis dikaitkan dengan kondisi ekonomi. 

e. Collateral (jaminan): menilai ketersediaan agunan, melihat sejauh mana jaminan menutup risiko kredit yang akan timbul. Harus dilihat juga aspek keabsahannya dan memastikan jaminan dapat diikat secara legal. 

2. Analisis Generik 

Banker Association for Risk Management (2012) memberikan beberapa faktor yang harus dipertimbangkan sebelum memberikan persetujuan kredit, antara lain: 

a. Tujuan kredit dan sumber pembayaran. Harus dipastikan penggunaan kredit sesuai dengan kebijakan kredit lembaga keuangan. Tujuan kredit perlu dianalisis agar kredit tidak digunakan untuk maksud lain. 

b. Profil risiko debitur terdiri atas kinerja historis industri di mana debitur menjalankan usaha. Profil risiko harus sesuai dengan kebijakan lembaga keuangan yang menetapkan profil risiko tertentu yang dapat diterima. 

c. Kemampuan bisnis debitur dan kondisi sektor ekonomi. 

d. Analisis pemasaran dan aspek teknis dasar menentukan asumsi proyeksi keuangan. 

e. Analisis keuangan, termasuk analisis rasio dan analisis kemampuan untuk membayar berdasarkan proyeksi arus kas. 

f. Aspek legal dan agunan untuk menentukan persyaratan kredit

3. Analisis Kinerja Keuangan Historis 

a. Analisis rasio keuangan. Analisis ini terdiri atas rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, dan rasio profitabilitas. 

b. Analisis vertikal. Analisis laporan keuangan dalam satu periode tertentu dengan cara membandingkan pos yang satu dengan yang lain. Perbandingan itu dilakukan menggunakan persentase dimana salah satu pos ditetapkan sebagai patokan 100 persen. 

c. Analisis horizontal. Analisis dengan membandingkan pos-pos laporan keuangan untuk dua periode guna mengetahui tren dari waktu ke waktu. 

Pengukuran Risiko Kredit 

Sistem pengukuran risiko kredit harus mempertimbangkan: 

a. Karakteristik setiap jenis transaksi yang terekspos risiko kredit. 

b. Kondisi keuangan debitur/pihak lawan transaksi serta persyaratan dalam perjanjian kredit seperti tingkat bunga. 

c. Jangka waktu kredit dikaitkan dengan perubahan potensial yang terjadi di pasar. d. Aspek jaminan, agunan, dan/atau garansi. 

e. Potensi terjadinya gagal bayar, baik berdasarkan hasil penilaian pendekatan standar maupun hasil penilaian pendekatan yang menggunakan proses pemeringkatan yang dilakukan secara intern. 

f. Kemampuan lembaga keuangan untuk menyerap potensi kegagalan. 

Sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2016 tanggal 29 Januari 2016 tentang kewajiban Penyediaan Modal Minimum, terdapat dua model pengukuran risiko kredit. Pendekatan itu adalah pendekatan terstandardisasi (standardized approach) dan pendekatan berdasarkan internal rating (internal rating based approach). Untuk penerapan tahap awal perhitungan aset tertimbang menurut risiko, wajib dilakukan menggunakan pendekatan standar. 

Pendekatan Terstandardisasi 

Peringkat kredit ditetapkan oleh lembaga pemeringkat eksternal yang diakui oleh Bank Indonesia/Otoritas Jasa Keuangan. Bank dapat menggunakan peringkat yang ditetapkan oleh lembaga pemeringkat dimaksud untuk menetapkan bobot risiko untuk tujuan kecukupan modal kebutuhan modal. Dengan menggunakan pendekatan terstandarisasi adalah minimal 8 persen dikalikan dengan aset tertimbang menurut risiko (ATMR). Angka ini akan terus berubah sebagaimana ditetapkan supervisor. 

Penetapan bobot risiko eksposur berdasarkan kategori portofolio yang berlaku saat ini diilustrasikan dari notasi peringkat yang dikeluarkan lembaga pemeringkat Standards and Poors sebagaimana dicantumkan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SE OJK) OJK Nomor: 42/SEOJK.03/2016 tanggal 28 September 2016.



Penggunaan Kredit (MRK) Agunan 

Ketentuan terbaru OJK tahun 2016 telah mengakui penghitungan ATMR risiko kredit pendekatan terstandardisasi di mana lembaga keuangan, seperti Bank, dapat mengakui keberadaan agunan sebagai teknik MRK. Pendekatan teknik MRK agunan terbagi dua pendekatan, yaitu pendekatan sederhana dan pendekatan komprehensif. Pendekatan sederhana digunakan untuk eksposur aset dalam neraca serta kewajiban komitmen dan kontingensi dalam rekening administratif, namun tidak termasuk: Posisi trading book yang telah dihitung dalam ATMR untuk risiko pasar. 

1. Penyertaan yang telah dihitung sebagai faktor pengurang modal

2. Tagihan yang akan diperhitungkan dalam eksposur yang menimbulkan Haircut risiko kredit akibat kegagalan lawan. 

3. Tagihan yang timbul dari transaksi yang mengalami kegagalan penyerahan kas dan atau instrumen keuangan yang akan diperhitungkan dalam eksposur transaksi penjualan atau pembelian instrumen keuangan yang 1 mengalami kegagalan penyerahan kas dan atau instrumen keuangan pada tanggal penyelesaian lebih dari empat hari kerja yang menimbulkan risiko kredit akibat kegagalan settlement. 

Pendekatan komprehensif digunakan untuk eksposur yang menimbulkan risiko kredit akibat kegagalan pihak lawan, antara lain transaksi derivatif over the counter, baik posisi trading book maupun banking book. Agunan yang diakui úntuk teknik MRK agunan, baik pendekatan sederhana maupun komprehensif adalah: 

1. Uang tunai yang disimpan di bank penyedia dana 

2. Giro tabungan atau deposito yang diterbitkan bank penyedia dana 

3. Emas yang disimpan di bank penyedia dana 

4. Surat utang negara yang diterbitkan pemerintah Republik Indonesia 

5. Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) 

6. Sertifikat Bank Indonesia dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah 

7. Surat berharga oleh lembaga pemeringkat yang diakui OJK, minimal 

a. Setara BBB- jika diterbitkan oleh pihak yang termasuk tagihan pemerintah negara lain 

b. Setara BBB- jika diterbitkan oleh pihak yang termasuk tagihan kepada entitas sektor publik 

c. Setara BBB- jika diterbitkan oleh pihak yang termasuk tagihan kepada bank pembangunan multilateral dan lembaga internasional 

d. Setara BBB- jika diterbitkan oleh pihak yang termasuk tagihan kepada bank 

e. Setara A- jika diterbitkan oleh pihak yang termasuk tagihan korporasi 

Dalam mengakui dampak MRK dari jenis agunan terhadap perhitungan ATMR risiko kredit pendekatan standar, bank menggunakan nilai agunan yang lebih rendah antara nilai pengikatan agunan dan nilai wajar atau nilai pasar agunan. Teknik MRK agunan pendekatan sederhana dilakukan sebagai berikut. 

1. Penilaian dilakukan sebulan sekali. 

2. Perhitungan nilai agunan memperhitungkan haircut 8 persen dalam hal:

a. Tagihan dan agunan dalam denominasi mata uang berbeda. 

b. Agunan dalam bentuk emas. Haircut terhadap nilai agunan (Hc) merupakan faktor pengurang untuk mengantisipasi penurunan nilai agunan. 

3. Perhitungan ATMR risiko kredit pendekatan sederhana: 

 a. Dampak MRK diakui menggunakan prinsip subtitusi, yaitu bobot risiko agunan menggantikan bobot risiko eksposur sebagai berikut. 

1) Bagian nilai tagihan bersih eksposur yang mendapatkan perlindungan dari agunan (secured portion) dikenakan: 

a. Bobot risiko 0 persen jika agunan dalam bentuk yang diperkenankan OJK. Nilai agunan yang digunakan harus dikurangkan dengan haircut sebesar 20 persen dari nilai pasar agunan untuk agunan berupa SUN, SBSN, SBI, dan SBIS. 

b. Bobot risiko agunan jika bentuk surat berharga dengan batas bawah 20 persen. 

2) Bagian dari nilai tagihan bersih eksposur yang tidak mendapatkan perlindungan agunan, selanjutnya disebut bagian yang tidak dijamin (unsecured portion), dikenakan bobot risiko dari eksposur sesuai kategori portofolio. 

b. Dalam hal eksposur dijamin oleh beberapa jenis agunan dengan bobot risiko berbeda, pengakuan agunan diprioritaskan menggunakan jenis agunan dengan bobot risiko terendah. 

c. ATMR risiko kredit pendekatan standar memperhitungkan teknik MRK agunan pendekatan sederhana yang merupakan penjumlahan: 

1) Hasil perkalian bagian tagihan bersih yang dijamin dan bobot risiko agunan. 

2) Hasil perkalian bagian tagihan bersih tidak dijamin dan bobot risiko. Teknik MRK agunan pendekatan komprehensif dilakukan sebagai berikut. 

1. Teknik ini dilakukan dengan mengurangi nilai tagihan bersih dengan nilai agunan setelah memperhitungkan haircut untuk masing-masing nilai. 

2. Haircut dilakukan terhadap: 

a. Nilai tagihan bersih yang merupakan faktor penambah untuk mengantisipasi peningkatan nilai tagihan bersih. 

 b. Nilai agunan yang merupakan faktor pengurang untuk mengantisipasi penurunan nilai agunan yang disebabkan karena perubahan faktor pasar seperti suku bunga. 

3. Haircut teknik ini memakai asumsi holding period 10 hari kerja untuk tagihan bersih dan valuasi atau remargining atas tagihan bersih dan agunan dilakukan harian. 

4. Perhitungan ATMR adalah hasil perkalian nilai tagihan bersih setelah pengakuan MRK dan bobot risiko.

Pendekatan Internal Rating Based (IRB) 

Lembaga keuangan yang mengembangkan dan menggunakan sistem pemeringkatan internal dalam pengelolaan risiko kredit harus menyesuaikan sistem tersebut dengan karakteristik portofolio, besaran, dan kompleksitas dari aktivitas bisnis. 

Prinsip pokok dalam penggunaan pemeringkatan internal adalah sebagai berikut. Prosedur penggunaan sistem pemeringkatan internal harus dibakukan dan didokumentasikan. Sistem pemeringkatan internal harus dapat mengidentifikasi secara dini perubahan profil risiko yang disebabkan oleh penurunan potensial maupun aktual dari risiko kredit. Sistem pemeringkatan internal harus dievaluasi secara berkala oleh satuan kerja yang independen terhadap satuan kerja yang mengaplikasikan pemeringkatan internal tersebut. 

Parameter Internal Rating Based Terdapat beberapa komponen yang dipakai dalam pendekatan IRB, yaitu: 

1. Probability of default (PD) Besarnya kemungkinan debitur mengalami ketidakmampuan dalam pengembalian kewajiban, baik pokok maupun bunga pinjaman. 

2. Loss given default (LGD) LGD adalah estimasi potensi kerugian jika terjadi wanprestasi. Besar LGD adalah (1 - recovery rate) di mana recovery rate adalah tingkat pengembalian. 

3. Exposure at default (EAD) Estimasi besarnya eksposur kredit pada saat terjadi wan prestasi 

4. Effective maturity (M) Sisa jangka waktu kredit. Komponen ini hanya dipakai untuk tagihan kepada pemerintah, korporasi, dan bank. 

Pengukuran Risiko Kredit dengan Kegagalan Pihak Lawan 

Untuk mengukur risiko kredit terkait dengan kegagalan pihak lawan, seperti transaksi derivatif over the counter, bank harus menggunakan nilai pasar yang dilakukan secara berkala. Untuk mendukung analisis risiko kredit akibat kegagalan pihak lawan, lembaga keuangan harus melakukan stres testing secara rutin. Hasil stres testing harus dikaji ulang secara berkala oleh direksi dan harus tercermin dalam kebijakan dan limit risiko kredit akibat kegagalan pihak lawan yang ditetapkan direksi dan dewan komisaris. Dalam hal terjadi kerentanan, maka dewan direksi dan komisaris harus mempertimbangkan strategi manajemen risiko yang sesuai untuk risiko kredit akibat kegagalan pihak lawan. Misalnya, dengan melakukan lindung nilai atau mengurangi eksposur.

Pemantauan Risiko Kredit 

Lembaga keuangan harus mengembangkan dan menerapkan sisten informasi dan prosedur yang komprehensif untuk memantau komposisi dan kondisi setiap debitur atau pihak lawan transaksi terhadap seluruh portofolio kredit. Sistem tersebut harus sejalan dengan karakteristik, ukuran dan kompleksitas portofolio. Prosedur pemantauan harus mampu untuk mengidentifikasi asset bermasalah ataupun transaksi lainnya untuk menjamin bahwa asset yang bermasalah tersebut mendapatkan perhatian yang lebih. Sistem pemantaun kredit yang efektif akan memungkinkan untuk: 

1. Memahami eksposur risiko kredit secara total maupun per aspek tertentu. 

2. Memahami kondisi keuangan terkini dari debitur atau pihak lawan. 

3. Memantau kepatuhan terhadap persyaratan yang ditetapkan dalam perjanjian kredit atau kontrak transaksi lainnya. 

4. Menilai kecukupan agunan secara berkala dibandingkan dengan kewajiban debitur atau transaksi pihak lawan. 

5. Mengidentifikasi permasalahan secara tepat. 

6. Menangani dengan cepat kredit bermasalah. 

7. Mengidentifikasi tingkat risiko kredit secara keseluruhan maupun per jenis asset tertentu. 

8. Memantau kepatuhan terhadap limit dan ketentuan lainnya. 

9. Pengecualian yang diambil terhadap penyediaan dana tertentu. 

Pengendalian Risiko Kredit 

Pengendalian risiko kredit dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain mitigasi risiko, pengelolaan posisi dan risiko portofolio secara aktif, penetapan target batasan risiko konsentrasi dalam rencana tahunan lembaga keuangan, penetapan tingkat kewenangan dalam proses persetujuan penyediaan dana, dan analisis konsentrasi secara berkala paling sedikit satu kali dalam setahun.

MITIGASI RISIKO KREDIT 

Mitigasi risiko kredit adalah sejumlah teknik dan kebijakan dalam mengelola risiko kredit untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya atau dampak dari kerugian kredit. Teknik yang dapat digunakan adalah : 

1. Model pemeringkatan untuk kredit perorangan 

2. Manajemen portofolio kredit 

3. Agunan 

4. Pengawasan arus kas 

5. Manajemen pemulihan 

6. Asuransi 

Model pemeringkatan 

Model pemeringkatan kredit sebagai sarana untuk menetapkan kemungkinan terjadinya default. Diharapkan akan memberikan gambaran terjadinya peluang suatu kredit menjadi macet (probability of default-PD). Selain itu, model pemeringkatan ini merupakan sebuah upaya untuk nenanggulangi kredit macet. 

Pemeringkatan kredit ini adalah suatu kategori yang sistematis, umumnya berbentuk rangkaian alphabet yang diberikan debitur/kelompok debitur berdasarkan tingkat kemungkinan kegagalan debitur/kelompok debitur. Pemeringkatan kredit ini dapat digunakan untuk penetapan : harga, kecakupan agunan, covenant, tingkat kewenangan memutus kredit, regulatory capital, ataupun economic capital. 

MANAJEMEN PORTOFOLIO KREDIT 

Manajemen portofolio kredit adalah mekanisme atau teknik pengelolaan berbagai asset dalam suatu portofolio untuk mencapai diversifikasi yang optimal. Tujuan utama manajemen portofolio ini adalah untuk mengkreasikan portofolio kredit yang berkualitas melalui diversifikasi optimal dengan debitur terbaik dalam industrinya. 

Implementasi manajemen portofolio kredit dapat dilakukan dengan analisis cohort. Analisis cohort adalah analisis konsentrasi dan pengelompokan kredit berdasarkan industri atau geografis. Adapun manfaatnya adalah agar : 

1. Kredit tidak terlalu terkonsentrasi pada satu jenis industri saja 

2. Portofolio kredit terdiversifikasi 

3. Risiko systematic default (kredit macet) rendah 

Manajemen portofolio akan mampu menghindarkan Lembaga keuangan dari konsentrasi pinjaman pada bidang bisnis, geografis, ataupun peringkat kredit tertentu. Risiko konsentrasi kredit dapat dianalisis dengan analisis cohort. 

Konsentrasi kredit adalah eksposur signifikan yang terkait dengan: 

1. Counterparty individual dan kelompok counterparty yang saling berkaitan 

2. Sektor ekonomi atau wilayah geografis 

3. Ketergantungan pada aktivitas atau komoditas tertentu 

4. Jenis agunan dan counterparty tunggal 

AGUNAN 

Agunan adalah hak dan kekuasaan atas benda berwujud dan atau benda tidak berwujud yang diserahkan debitur atau pihak ketiga sebagai pemilik agunan kepada lembaga keuangan sebagai second way out guna menjamin pelunasan kredit apabila kreditnya tidak dapat dilunasi sesuai waktu yang disepakati dalam akad atau adendumnya. 

Agunan adalah aset yang diberikan oleh nasabah untuk menjamin kredit yang akan menjadi milik lembaga keuangan jika terjadi macet seperti aset properti, tanah, bangunan, tanah dan bangunan dan lain-lain. Kriteria agunan yang dapat diserahkan : 

1. Marketable 

2. Mempunyai nilai ekonomis 

3. Aman secara yuridis 

Sesuai Basel II, agunan keuangan yang dapat diperhitungkan adalah

- Kas dan sertifikat deposito serta simpanan pada lembaga keuangan peringkat atas 

- Emas

- Surat utang berperingkat yang diterbikan oleh lembaga keuangan asing dan lembaga lainnya dengan memperhatikan tingkat peringkat minimum 

- Surat utang lembaga keuangan yang tidak berperingkat (misalnya obligasi) yang diterbitkan pada bursa yang diaku 

- Saham dan obligasi konversi yang masuk indeks utama pasar 

- Mutual fund shares dan undertalking for collective onvestment of transferrable securities (UCITS) Dengan mempertimbangkan ketersediaan daily quotes dan kendala-kendala tertentu 

PENGAWASAN ARUS KAS 

Dengan melakukan pemantauan arus kas, risiko kredit dapat diturunkan dengan menjaga exposure at default (EAD) dan memastikan nasabah pada kesempatan pertama melakukan aksi-aksi perbaikan terhadap situasi yang terjadi.

MANAJEMEN PEMULIHAN 

Loss given default (LGD) adalah estimasi dari kerugian yang masih tak tertagih yang dipikul lembaga keuangan sebagai akibat kredit macet yang terjadi. Nilai LGD dalam advanced IRB dipengaruhi oleh estimasi lembaga keuangan terhadap berapa besar penagihan yang dapat dilakukan pada kredit macet. Asuransi Salah satu alat mitigasi risiko kredit yang biasa dipakai adalah asuransi, baik dari sisi asuransi kreditnya, dari sisi jiwa yang menerima kredit, atau dari sisi objek agunan dari penerima kredit. Restrukturisasi Kredit Mengingat pentingnya peranan kredit tersebut, untuk menghindari risiko kerugian yang lebih besar, kualitas kredit haruslah dijaga dengan baik. Supervisor telah menerbitkan restrukturisasi sebagai salah satu strategi efektif dalam manajemen pemulihan (recovery management). Sebagai upaya bank membantu nasabah dalam menyelesaikan kewajiban. 

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN RISIKO KREDIT 

Sistem informasi yang dimiliki harus mampu mengakomodasi strategi mitigasi risiko kredit melalui berbagai macam metode atau kebijakan, misalnya penetapan limit, asuransi, agunan, dan lain-lain. 

2.6.4 SISTEM PENGENDALIAN INTERN 

Dalam melakukan penerapan manajemen risiko melalui pelaksanaan sistem pengendalian intern untuk risiko kredit, perlu diterapkan sistem kaji ulang. Sistem kaji ulang internal dilakukan oleh individu independent dari unit bisnis untuk membantu evaluasi proses kredit secara keseluruhan, menentukan akurasi peringkat internal, dengan menilai apakah account officer memonitor kredit secara individual dengan tepat. 

Audit internal atas proses risiko kredit dilakukan secara periodik, anta lain mencakup identifikasi apakah: 

- Kesesuaian aktivitas penyediaan dana telah sejalan dengan prosedur yang ditetapkan. 

- Seluruh otoritas dilakukan dalam batas panduan yang diberikan. 

- Kualitas kredit individual dan komposisi portofolio telah dilaporkan secara akurat kepada direksi. 

- Terdapat kelemahan dalam proses manajemen risiko untuk risiko kredit, kebijakan dan prosedur, termasuk setiap pengecualian terhadap kebijakan, prosedur dan limit.


BAB IV PENUTUP 

4.1 KESIMPULAN 

Berdasarkan hasil dari makalah ini, kesimpulannya yaitu risiko kredit adalah risiko kegagalan pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada lembaga keuangan yang memberikan kredit sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Selanjutnya yaitu yang termasuk kelompok risiko kredit adalah risiko konsentrasi kredit, risiko akibat kegagalan pihak lawan, risiko akibat kegagalan settlement, dan risiko kredit akibat country risk. Risiko kredit dan risiko likuiditas merupakan risiko likuiditas merupakan risiko paling fundamental pada operasional lembaga keuangan. Pada risiko kredit sendiri perlu dikelola dengan serius, karena jika tidak akan menimbulkan risiko lainnya seperti risiko likuiditas, risiko hukum, dan risiko reputasi. Selanjutnya yaitu jika pada pembenan kredit yang buruk secara konsisten hal itu sangat mungkin terjadi, namun dapat diatasi apabila bank menerapkan kebijakan perkreditan yang sehat. 

4.2 SARAN 

Untuk saran yang dapat diambil setelah melihat penjelasan diatas yaitu diharapkan perusahaan perbankan, baik milik pemerintah maupun swasta dapat melakukan pengelolaan risiko dengan perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan dengan kredit macet yang terjadi, yang antara lain dengan melakukan penanganan terhadapt kredit macet sehingga dapat menurun jumlahnya dan secara langsung meningkatkan rasio LDR.



Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter